Senin, 05 Mei 2014

Graphology: Know Your Self




Kapan terakhir kali kalian menulis dengan tangan hingga memenuhi setidaknya satu lembar kertas ukuran A4? Mungkin ada yang sudah 5 tahun tidak pernah lagi menulis panjang, lebih dari 1000 kata dengan pulpen di atas kertas. Yup, kita semakin jarang menggunakan kesepuluh jari tangan kita untuk menulis kalimat-kalimat panjang yang komprehensif.
Bahkan ketika saya mentwit soal keinginan saya belajar graphology, teman saya, Ananda Sukarlan, membalas twit itu dengan kalimat yang menohok. Andi tidak salah. Manusia modern memang semakin senang mengelus dan membelai keypad gadget mereka untuk menghasilkan tulisan. Padahal sebenarnya banyak sekali informasi yang bisa kita gali dengan mengamati tulisan tangan seseorang. Bahkan kita juga bisa melakukan therapy melalui tulisan tangan.
Image
Akhir pekan ini saya beruntung mendapatkan undangan mengikuti workshop Grapho-Parenting melalui Superkids Indonesia. Seperti terlihat dari judul kegiatannya, workshop ini melatih para orang tua dan tenaga pendidik untuk memanfaatkan graphology bagi kecerdasan sosial, emosional dan intelektual anak. Graphology itu apa sih?
 Graphology is the pseudoscientific study and analysis of handwriting, especially in relation to human psychology. In the medical field, the word can be used to refer to the study of handwriting as an aid in diagnosis and tracking of diseases of the brain and nervous system.
Workshop dibuka dengan membahas dasar-dasar graphology, apa saja yang harus diperhatikan ketika menganalisa tulisan tangan seseorang dan makna dibalik setiap goresan dari tulisan tangan tersebut. Analisa untuk tulisan tangan anak-anak, remaja, dewasa muda (dibawah 25 tahun) dan orang dewasa berbeda-beda. Kalian mungkin merasakan kalau tulisan tangan kalian semasa kelas 6 SD berbeda dengan tulisan semasa SMA, dan berbeda lagi dengan tulisan tangan yang sekarang. Ini lumrah. Tulisan tangan kita cederung berubah, bisa sedikit saja bisa juga banyak, seiring dengan perkembangan inteletual dan kematangan emosional. Jadi pendekatan graphology untuk berbagai kelompok umur pun sedikit berbeda, meskipun banyak prinsip dasar yang sama.
Khusus untuk anak-anak (sejak anak bisa menulis hingga usia 13 tahun), melalui graphology kita bisa:
  • Menganalisa karakter seseorang
  • Mendeteksi masalah perkembangan yang dialami anak, repressed fear, anger, anxiety, trauma maupun tekanan fisik dan psikis yang dialami anak.
  • Mendeteksi kesulitan konsentrasi, motivasi dan berbagai gangguan belajar lain yang dialami anak.
  • Menterapi berbagai masalah yang disebutkan di atas.
Sudah lama saya dengar kalau graphology bisa digunakan untuk mempelajari karakter seseorang. Tapi graphology untuk terapi kepribadian, kesulitan belajar dan gangguan emosional, baru kali saya pelajari. Terapi tulisan tangan ini efektif untuk dilakukan pada anak-anak di bawah usia 13 tahun. Buat orang dewasa juga bisa, tapi prosesnya akan lebih panjang dan perlu komitmen super serius karena semakin dewasa semakin sulit untuk mengubah pola tulisan dan pola perilaku seseorang.
Secara ringkas, proses terapinya dimulai dengan menganalisa tulisan tangan anak di buku tulis atau buku catatan yang biasa dia pakai di sekolah. Bisa juga dengan meminta anak menulis beberapa paragraf yang cukup panjang di atas sehelai kertas HVS. Dari hasil analisa tulisan tangan ini dapat terbaca kecenderungan-kecenderungan karakter anak, yang mungkin perlu terapi, contohnya ada di paragraf berikutnya. Bila tidak ada kecenderungan ekstrim yang perlu terapi, bagus! Meski begitu, terapi grafologi tetap bisa dimanfaatkan untuk membentuk karakter anak, dengan cara meluangkan waktu 10 menit saja setiap harinya untuk bersama anak belajar menulis tegak dengan bentuk huruf dan penekanan yang konsisten di atas kertas.
Image
Salah satu kasus yang kami pelajari adalah seorang anak lelaki kelas 3 SD yang hampir dipindahkan sekolah oleh ibunya karena sejak masuk SD prestasinya dianggap buruk, selalu masuk peringkat 10 besar dari bawah. Ibu anak tersebut sudah berusaha keras membimbing proses belajar anak dan menerapkan disiplin yang tegas, tapi si ibu merasa tidak berhasil.
Anak ini, sebut saja Deddy, dibawa ke sang grapholog dan dianalisa tulisan tangannya yang terlihat memenuhi salah satu buku tulisnya. Deddy juga diminta menjalani Doodle test, semacam test psikologis melalui coretan tangannya. Dari sini terlihat bahwa Deddy sebenarnya merasa tertekan dengan tugas sekolahnya, tuntutan ibunya dan bully oleh teman-temannya. All of his anger, solitude, fear and anxiety was shown right there on the paper. Maka Deddy pun menjalanigraphotherapy alias terapi tulisan tangan sejak bulan April hingga ujian kenaikan kelas. Deddy yang mulanya penyendiri, agresif dan moody, berangsur-angsur semakin baik dalam bersosialisasi dan berkonsentrasi. Saat hasil ujian kenaikan kelas keluar, nilai Deddy masuk ke deretan 10 besar yang terbaik di kelasnya. Deddy juga menjadi lebih tenang, percaya diri dan termotivasi untuk mempertahankan prestasinya.
Itu kisah Deddy, apa kisahmu?
Para grapholog yang tergabung dalam Alesi Indonesia ini juga menganalisa tulisan tangan anak-anak yang masuk rutan gara-gara berbagai kasus, mulai dari pencurian hingga pembunuhan. Kami sempat diperlihatkan tulisan tangan seorang anak usia 15 tahun yang membunuh adik kandungnya berusia 10 tahun. Tulisan tangan anak itu menunjukkan adanya agresiveness dan kemarahan terpendam pada kedua orang tuanya.
Image
Pada workshop ini, graphology digabungkan dengan doodle test agar analisanya lebih komprehensif. Pada prinsipnya doodle test ini meminta testee untuk melengkapi stimulus gambar dalam sebuah bidang di atas kertas yang diberikan. Saat melihat stimulusnya saya langsung melihat ada kemiripan dengan Wartegg test. Keduanya merupakan non-verbal projective test. Bedanya, doodle test ini boleh digunakan oleh non psychologist yang sudah mendapatkan pelatihan.
So guys, mungkin sekarang saatnya kalian memperhatikan bentuk tulisan tangan kalian (atau tulisan tangan pacar), mulai dari margin kiri-kanannya, base line horizontalnya, bentuk huruf kapitalnya, huruf kecilnya, jarak spasinya dan tekanan goresan bolpennya, karena semua itu punya makna. Are you ready to know your self?

http://sabai95.wordpress.com/2012/12/16/graphology-know-your-self/

0 komentar:

Posting Komentar